Advertisement
image: Republika.co.id |
Di tengah momen menegangkan Topan Haiyan, ada sebuah kisah duka yang tak akan pernah dilupakan oleh seorang guru sekolah menengah bernama Bernadette Tenegra. Wanita berusia 44 tahun itu kehilangan putrinya dalam bencana yang menghantam Vietnam dan Filipina tersebut.
Dalam kondisi angin yang dengan ganasnya menghantam, Bernadette dan putrinya memang ketakutan. Namun Bernadette berusaha membawa dan melindungi putri bungsunya. Saat itu putrinya sudah penuh luka akibat terkena serpihan kayu dari pohon dan bangunan.
Namun sobat tak akan menduga apa yang dikatakan gadis itu, "Ma, pergilah tinggalkan aku. Selamatkan dirimu." Sang ibu berkeras membawa dan menyelamatkan putrinya. Sebagai seorang ibu, nalurinya untuk melindungi sang anak lebih besar daripada rasa takutnya pada badai tersebut.
"Aku memeluknya dan memintanya untuk terus bertahan. Aku berkata akan membawanya pergi dari situ, namun ia akhirnya menyerah," Cerita Bernadette Tenegra dengan hati yang pilu. Sang putri seolah sudah mengetahui bahwa ia tak akan hidup lebih lama dan meminta ibunya untuk menyelamatkan diri saja.
Badai itu menggulingkan rumah, menyapu apapun yang ada di hadapannya. Termasuk suami Tenegra dan anak-anaknya. Namun mereka masih bisa berusaha mencari perlindungan. Hanya putri bungsunya yang terjebak dalam pusaran kuat air dan angin yang menjadi satu.
Sebagai seorang ibu, Bernadette berusaha membuat anaknya bertahan. Ia terus berteriak memanggil namanya, namun sang putri kelihatan terlalu lemah untuk terus hidup. "Akhirnya aku meninggalkannya," kata Bernadette sambil berurai air mata. Tak terbayangkan betapa sedihnya hati seorang ibu ketika kehilangan putri yang ia cintai.
Badai ini memang menjadi salah satu badai terkuat di dunia dan sudah 'menyapa' beberapa negara. Ada yang menyebut badai topan Haiyan sebagai badai Yolanda. Dan sedihnya, Tenegra bukan satu-satunya wanita yang kehilangan sanak keluarganya akibat badai ganas ini. Ada ratusan dan bahkan ribuan orang yang nampak berusaha mengenali jenazah yang bergelimpangan untuk mencari kerabat mereka yang hilang. [Vemale.com]
Sobat Muro’i El-Barezy, ilustrasi diatas menggambarkan betapa dahsyatnya bencana yang dialami warga Filipina saat itu. Topan yang luar biasa dahsyatnya sehingga memporak-porandakan apapun yang dilaluinya tanpa mau kompromi. Kiamat kecil, mungkin sebagian orang menyebutnya demikian, walaupun demikian ini sudah menimbulkan kengerian yang luar biasa. Bagaimana jika datang kiamat besar yang sudah dijanjikan Allah seperti dalam surat Al-Qoriah ayat 1-5:
“Hari Kiamat. Apakah hari Kiamat itu?. Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran. Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.”
Apakah bencana itu Ujian atau Siksa? Pertanyaan ini selalu saja menarik peneliti yang mengkaji tema bencana alam dalam tinjauan agama apa pun. Dalam Islam pun, pertanyaan ini juga banyak muncul. Kesan ini pun tercermin dalam beberapa ayat Alquran. Alquran mengelompokkan bencana menjadi dua kelompok ini, yaitu bencana karena ujian dan karena siksa akibat ulah perbuatannya.
Kelompok bencana yang menjadi ujian terdapat setidaknya pada ayat berikut: "Mengapa ketika ditimpa bencana (pada Perang Uhud), padahal kalian telah mengalahkan dua kali lipat musuh-musuhmu (pada Perang Badar), kalian berkata, 'Darimana datangnya (bencana berupa kekalahan) ini?' Katakanlah, 'Itu (berasal) dari (kesalahan) dirimu sendiri.' Allah Mahakuasa atas segala sesuatu," (QS Ali Imran [3]: 165).
Kelompok bencana yang menjadi siksa yang diakibatkan perilaku zalim terdapat pada ayat berikut: "Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, seperti angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menyapu tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri," (QS Ali Imran [3]: 117).
Bencana akibat perilaku maksiat terdapat pada ayat berikut: "Ketika mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami (Allah) menyelamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat maksiat," (QS Al-A'raf [7]: 165).
Bencana yang menjadi siksa terdapat pada ayat berikut: "Orang yang tidak beriman senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga janji Allah itu terbukti. Allah tidak menyalahi janji," (QS Al-Ra'd [13]: 31).
Pada ayat-ayat di atas parameternya sangat jelas, mana bencana yang menjadi ujian dan mana bencana yang menjadi siksa. Bila bencana itu diakibatkan karena kesalahan yang tidak disengaja, maka bencana itu menjadi ujian bagi pelakunya, untuk kemudian mengukur seberapa besar kadar keimanannya. Sebaliknya, bila bencana itu diakibatkan oleh perilaku maksiat, zalim, dan tidak beriman yang disengaja, maka bencana itu menjadi siksa.
Namun, bila yang dimaksudkan bencana alam, maka Alquran selalu mengelompokkannya ke dalam bencana yang menjadi siksa dan berkait dengan perilaku tidak beriman. Ada lima bencana alam yang disinggung dalam Alquran: gempa, banjir, angin topan, petir, hujan batu, dan paceklik.
Semoga kita selalu diselamatkan dari bencana-bencana seperti ini akibat perilaku kita sendiri. Semoga bermanfaat dan happy blogging…..