Menu Atas

Iklan

Selasa, 20 Mei 2014, Mei 20, 2014 WIB
Last Updated 2019-02-01T21:25:23Z
CoretankuEducationOpini

Corat Coret Seragam, Budaya Yang Harus Dibina Atau Dibinasakan?

Advertisement
corat coret
Corat Coret Seragam | Sudah menjadi hal yang biasa manakala setelah pengumuman kelulusan ujian para siswa baik Sekolah Menengah Pertama atau Menengah Atas melakukan ritual ini. Kira-kira setelah mengetahui hasil ujiannya, apa ya yang mereka lakukan? Kebiasaan, atau bahkan tradisi murid yang dinyatakan lulus, adalah mencorat-coret seragam. Tujuannya, mengekspresikan perasaan bahagia. Makanya enggak heran, ketika masa pengumuman kelulusan sekolah, sekelompok siswa berkeliaran dengan pakaian seragam sekolah yang berwarna-warni penuh dengan tulisan spidol dan cat pylox.

Hampir tiap tahun terjadi hal yang demikian tanpa bisa dicegah, baik oleh orang tua, pihak sekolah ataupun aparat kepolisian. Sepertinya hal ini sudah menjadi hal yang lazim dilakukan para siswa tersebut. Tidak klop rasanya merayakan kelulusan tanpa aksi corat-coret seragam sekolah. Jika hanya corat-coret seragam saja mungkin tidak menjadi masalah yang serius, namun dampak dari aksi itu adalah adanya konvoi kendaraan bermotor yang pada akhirnya banyak menimbulkan kecelakaan para pelajar tersebut. Lebih jauh lagi adalah adanya dugaan tindakan tidak senohoh para pasangan pelajar setelah aksi corat-coret dan konvoi dijalanan.

Sebenarnya bukan tanpa usaha untuk mencegah tindakan ini, hanya saja perlu ketegasan dalam penindakan pelanggaran ini dan juga perlu adanya keterlibatan pihak sekolah dan orang tua. Usaha-usaha dalam rangka menekan aksi corat-coret ini sebenarnya sudah dilakukan beberapa tahun lalu. Misalnya pemerintah atau dinas terkait tidak mengumumkan secara langsung hasil kelulusan, tapi melaui surat. Ada juga pihak sekolah yang menahan seragam para siswanya sebelum pengumumam kelulusan dan himbauan kepada para siswa untuk tidak melakukan aksi ini. Dan ada beberapa langkah preventif lainnya untuk mencegah timbulnya aksi corat-coret ini.

Namun demikian aksi corat-coret ini toh masih saja bisa kita temukan saat ini dibeberapa sekolah. Sepertinya ada saja sekolah tidak begitu menghiraukan akan resiko yang diakibatkan oleh aksi seperti ini dengan melakukan pembiaran. Seharusnya hal ini bisa kita tangani dengan serius asal ada kemauan dari semua pihak untuk mencegahnya. Tidak hanya instansi terkait dalam ini Dinas Pendidikan namun juga pihak sekolah yang tegas dengan tidak menunda pengumuman kelulusan kepada para siswa yang akan melakukan aksi corat-coret ini. Demikian juga peran orang tua yang memberikan pengawasan kepada putra-putrinya dengan segala nasihat baiknya akan sisi negative dari perbuatan ini.

Diakui bahwa ini adalah aksi spontanitas yang wajar untuk meluapkan kegembiraan setelah kelulusan, namun demikian ini adalah hal yang bisa disebut dengan pemubaziran belaka. Para siswa tidak menyadari bahwa seragam yang mereka pakai masih bisa disumbangkan kepada siswa yang memerlukan. Daripada dicorat-coret maka alangkah baiknya disumbangkan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Tentunya hal ini menjadi berat manakala para siswa beralasan menjadikan seragam yang dicorat-coret tadi menjadi baju kenang-kenangan yang bisanya digantung dikamar masing-masing.

Yang jelas aksi corat-coret seragam setelah kelulusan menurut saya adalah hal negative yang seharusnya tidak kita lestarikan. Masih banyak cara yang santun untuk merayakan kelulusan tanpa harus mencoret-coret baju seragam. Sekali lagi, peraturan memang sudah berjalan, namun belumlah maksimal untuk menindak tegas pelaku aksi corat-coret ini. Pihak sekolah, orang tua sebaiknya mengawal pengumuman kelulusan ini sehingga aksi tidak baik dengan corat-coret seragam ini bisa ditekan seminim mungkin karena tidak mungkin dihilangkan sama sekali.

Demikian semoga bermanfaat dan happy blogging…..